FTMM NEWS – Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) menjadi ajang kompetisi bergengsi yang digelar oleh Balai Pengembangan Talenta Indonesia (BPTI), Pusat Prestasi Nasional, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam ranah penalaran. Kompetisi ini menjadi puncak kegiatan ilmiah mahasiswa tingkat nasional, yang hanya bisa diikuti oleh tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Persaingan dan seleksi yang mahasiswa hadapi untuk dapat mengikuti kompetisi ini sangatlah ketat.

Tahap awal yang mahasiswa tempuh untuk mengikuti PIMNAS adalah meraih pendanaan PKM dari Kemendikbudristek, seperti yang Tim SonTiB dari program studi Rekayasa Nanoteknologi (RN) FTMM berhasil raih. Mahasiswa yang tergabung dalam tim tersebut adalah Mayfa Nabila Kezya (2022), Vella Ananka Putri (2022). Ada juga Rani Naomi Agustina Panjaitan (2020), dan R. Natasyha Gabriella M (2020). Tim SonTib memiliki dua dosen pembimbing, Tahta Amrillah, S.Si., M.Sc., Ph.D dan Ilma Amalina, S.Si., M.Si., Ph.D.

Sempat Vakum

Rani Naomi Agustina Panjaitan, menceritakan bahwa ia dan timnya memulai perjalanan dengan mengikuti Kompetisi Ilmiah Mahasiswa  di tingkat universitas pada 2022 silam. Meskipun sempat mundur dan memutuskan untuk tidak melanjutkan hingga tahap PKM. Namun enam bulan kemudian, mereka dengan mantap memilih untuk melanjutkan ke tingkat PKM.

“Awalnya kami tidak ingin melanjutkan ke PKM, namun dosen pembimbing kami, Bu Ilma Amalina, mengatakan sangat sayang jika ini tidak dilanjutkan karena penelitian yang kami usung memiliki potensi besar dalam bidang penelitian,” jelas Rani.

Berawal dari Penasaran

Penelitian yang mereka ajukan dalam PKM di PIMNAS  berjudul “Sintesis dan Simulasi Molekular Dinamik Sonchus Arvensis Menjadi Nanopartikel Perak sebagai Solusi Inovatif untuk Anti-TBC”. Rani menjelaskan bahwa ide tersebut berangkat dari sang ibu yang menanam daun tempuyung (Sonchus arvensis) di rumah.

“Jadi, di rumah banyak orang yang berdatangan untuk meminta daun tempuyung. Karena penasaran, saya bertanya kepada mama tentang manfaat tanaman tersebut. Ternyata, daun tempuyung berguna sebagai obat batu ginjal. Penggunaannya cukup mudah, cukup meminum air rebusannya,” jelasnya.

Khasiat daun tempuyung yang masih belum banyak diketahui dan kurangnya penelitian tentang tanaman tersebut, mendorong Rani untuk meneliti lebih dalam terkait daun tempuyung. Tanaman berkhasiat itu memiliki kandungan antioksidan dan antikanker, yang membuka peluang besar untuk penelitian lebih lanjut.

Peneliti Pertama

Setelah meriset lebih jauh, Rani menemukan bahwa tuberkulosis adalah masalah kesehatan terbesar di Indonesia, menempati posisi kedua sebagai penyebab kematian tertinggi setelah Covid-19. Temuan tersebut mendorong Rani dan timnya untuk berdiskusi dengan dosen pembimbing mereka.

“Kami berdiskusi dengan dosen pembimbing dan ternyata belum ada penelitian yang meneliti daun tempuyung sebagai antituberkulosis. Harapannya, penelitian ini dapat memberikan dampak besar dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan ke depannya,” ungkap mahasiswa angkatan 2020 tersebut.

Penulis: Maissy Ar Maghfiroh

Editor: Andri Hariyanto

 

 

source
https://unair.ac.id

By sintek